003. Basement Selat Makassar: Akhir Perdebatan?

Selat Makassar yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi telah lama menjadi perdebatan di antara para ahli geologi, khususnya tektonik. Perdebatan utama terletak pada silang pendapat tentang apakah jenis basement, batuan dasar, yang melandasi cekungan dengan kedalaman maksimum sekitar 2500 meter ini. Pada tahun 1970-an telah ada pendapat bahwa basement Selat Makassar, terutama bagian utaranya, adalah kerak samudera karena Selat Makassar terbuka melalui pemekaran dasar samudera dan merupakan bagian baratdaya pemekaran kerak samudera Laut Sulawesi.

Tetapi kemudian pada tahun 1980-an pendapat ini ditentang bahwa Selat Makassar tak pernah terbuka terus menjadi suatu pemekaran dasar samudera, hanya sebagai retakan benua, maka basement di bawahnya adalah kerak benua, hanya menipis. Menurut pendapat ini, Selat Makassar adalah pembukaan yang gagal membuka terus menjadi pemekaran dasar samudera. Sejak  itu, perdebatan tentang jenis basement di bawah Selat Makassar Utara mengerucut menjadi dua pendapat: (1) kerak samudera, (2) kerak benua yang menipis. Perdebatan ini tak sekadar bernilai akademik, tetapi juga penting untuk eksplorasi minyak dan gas (hidrokarbon). Apakah ia kerak samudera atau kerak benua yang menipis akan memengaruhi sejarah termalnya, yang selanjutnya akan memengaruhi pematangan batuan induk penghasil hidrokarbon.

Berbagai upaya lalu dilakukan untuk mencoba mendekati atau mencari solusi terhadap perdebatan ini. Cara terbaik sebenarnya adaalah dengan melakukan pengeboran bagian tengah Selat Makassar sampai ke basement dan lihat apa jenis batuannya. Untuk melakukan hal ini berarti harus ada sumur dibor kedalaman laut 2500 meter dan dibor sampai sedalam 6000 meter. Apakah ada perusahaan minyak yang mau melakukan itu, atau maukah Pemerintah kita melakukannya. Bila melakukannya, itu berarti akan memerlukan dana paling tidak 125-150 juta USD. Tidak ada yang mau, kecuali di atas basement itu dipastikan ada suatu struktur
yang diduga memerangkap hidrokarbon dalam jumlah besar. Maka dilakukanlah berbagai metode tidak langsung untuk mencari solusi. Ada yang menggunakan metode magnetik, gayaberat, pemodelan penenggelaman, analisis karakter internal seismik, dsb. Semua metode itu tak langsung, dan interpretatif, maka bisa didebat orang.  Pemodelan2 tak langsung itulah yang selama ini diperdebatkan. Saya mencatat sampai 30 tahun umur perdebatannya.

Penganut kerak samudera sebagai dasar Selat Makassar mengatakan bahwa kedalaman 2500 meter itu sudah terlampau dalam untuk kerak benua, kemudian pembukaan Selat Makassar juga sudah terlampau lebar buat kerak benua masih menjadi dasarnya, sementara itu juga dari data seismik terlihat sedimen setebal beberapa km yang terletak mendatar tanpa terganggu, ciri khas sedimen di atas kerak samudera.  Tetapi pembela bahwa di bawah Selat Makassar adalah masih kerak benua, walaupun menipis, dibuktikan dengan terlihatnya struktur2 retakan khas retakan benua (block faulting) yang menghasilkan horst dan graben, juga
ada beberapa struktur seperti sembulan karbonat yang tumbuh di atas horst. Sembulan karbonat hanya terjadi di kerak benua yang retak dan pelan2 tenggelam.

Saya cukup lama mengikuti perdebatan ini juga mempunyai pendapat pribadi tentang hal ini. Saya pernah melakukan pemodelan pembukaan Selat Makassar dan menghitung bahwa indeks pembukaan (Beta factor) Selat Makassar akan muncul
kerak samuderanya pada indeks stretching factor 2.9 atau setara dengan kedalaman laut 3200 meter, artinya pada kedalaman laut 3200 meter baru kerak samudera akan muncul. Kedalaman maksimum Selat Makassar adalah 2500 meter, maka saya berpendapat bahwa basement Selat Makassar hanyalah kerak benua yang menipis (attenuated continental basement akibat rifting), bukan kerak samudera.

Akhirnya, pada tahun 2009, perdebatan ini mungkin akan mendekati akhir, ketika sebuah sumur bernama Rangkong-1 dibor oleh ExxonMobil di Wilayah Kerja Surumana, Selat Makassar dari bulan Februari-Juni. Sumur eksplorasi ini termasuk yang terletak di tengah Selat Makassar pada kedalaman laut 2255 meter. Sumur dibor sampai sedalam 4485 meter. Sumur ini memang tidak menembus basement Selat Makassar, tetapi ia menembus batuan volkanik yang duduk di atas basement.
Batuan volkanik ini, komposisinya, akan memberitahu kita apa gerangan basement di bawahnya. Maka penelitian petrokimia, isotop geokimia dan geokronologi pun dilakukan ExxonMobil atas sampel volkanik tersebut. Hasilnya sudah dipublikasikan meskipun sekilas oleh Bacheller III et al (2011) di pertemuan tahunan IPA (Indonesian Petroleum Association) yang mengatakan bahwa volkanik Rangkong  itu secara petrokimia menunjukkan asosiasi yang definitif dengan kerak benua bukan dari asosiasi kerak samudera.  Saya membahas implikasi regional penemuan ini atas tektonik Selat Makassar secara keseluruhan, juga membahas kembali petdebatannya, di pertemuan IPA tahun ini (Satyana et al., 2012).

Setelah melihat banyak pemodelan magnetik, gayaberat, stretching, karakter seismik, dan sampel volkanik yang menunjukkan asosiasi benua, maka bahwa kerak benua yang menipis karena rifting atau stretching sebagai basement Selat Makassar bagian utara adalah penjelasan yang logis dan didukung hard data. Sementara itu, sisi selatan Selat Makassar memang bagian benua yang juga
menipis tetapi tidak setipis bagian utaranya.

Demikian, perdebatan mengenai jenis basement Selat Makassar mungkin telah berakhir.

Tinggalkan komentar