Oleh: Awang Harun Satyana
Menyaksikan dan menilai studi-studi eksplorasi di banyak wilayah di Indonesia untuk keperluan eksplorasi hidrokarbon, yang dilakukan oleh para geosaintis junior maupun senior membuat saya berpikir hal ini: para geosaintis ini lebih banyak memperhatikan geomodeling dibandingkan geologika.
Para geosaintis muda melakukan modeling termal suatu cekungan melalui beberapa pseudowells di beberapa depresi, tentu saja hasilnya bagus sebab dilakukan dengan software basin modeling. Para geosaintis senior mengawasinya, saya bertanya dalam hati apakah mereka mengawasinya (?).
Dari modeling itu, diperoleh hasil bahwa batuan induk sudah matang sejak Oligosen di suatu cekungan, atau di cekungan lain sejak Yura. Lalu mereka menaruh jalur2 migrasi dari depresi yang matang itu ke arah perangkap2 yang ada. Lalu mereka menghitung volumetriknya, dan keluarlah angka2 dalam berbagai probabilitas. Calon investor tertarik dengan angka2 itu dan ingin meneruskan mengambil wilayah2 tersebut melalui tender langsung.
Lalu tibalah giliran saya bertanya2 dan menilai. Saya mengatakan kepada mereka. Termal modelingnya terlalu optimis, bagaimana suatu batuan induk berumur Eosen akhir matang langsung pada Oligosen awal, apakah batuan induk tersebut ‘nyemplung’ ke dalam kompor? Bagaimana suatu batuan induk yang berumur Yura kok bisa matang pada Yura juga. Saya mengatakan kepada mereka batuan induk ini, kalau ada, bukan matang pada Yura, tetapi pada Pliosen? Para geosaintis muda balik heran, kok jauh amat bedanya. Saya bilang ke mereka, tanpa melakukan modeling pun saya akan tahu bahwa batuan induk ini akan matang, kalau ada, pada Pliosen, sebab batuan induk tersebut akan matang karena terpendam oleh tectonic thrust sheets akibat duplexing dan imbrikasi sedimen di atasnya, yang terjadi melalui benturan/collision Pliosen. Kita punya buktinya, yaitu tetangganya di tempat di mana kalian menaruh pseudowells tersebut. Para geosaintis muda bingung tak paham kata2 saya….. Mereka tak akan paham kata2 saya sebab hanya menggunakan mesin buat modeling, bukan logika geologi. Yang lebih parah lagi adalah seorang expat yang menaruh umur awal generasi lebih tua sedikit daripada umur paling tua batuan induknya sendiri, ya ampun…
Lalu saya bertanya lagi, kata siapa semua depresi itu kitchen sehingga menaruh psudowells di dalamnya untuk modeling termal? Apakah semua depresi itu sudah direkonstruksi ke umur batuan induknya, apakah sudah dicek status anoxia depresi tersebut pada saat sedimen batuan induk diendapkan? Apakah sudah diketahui fasies batuan induk yang diendapkan di depresi tersebut? Apakah sudah diikuti evolusi depresi ini secara dinamik dari waktu ke waktu sampai saat ini? Para geosaintis junior dan senior ini bingung dengan pertanyaan2 saya, dan menjawab “belum” atas semua pertanyaan saya. Maka yang Anda lakukan modeling termal atas depresi itu belum tentu ada batuan induknya, jawab saya.
Tiga tahun lalu, saya juga bertanya kepada beberapa company besar internasional yang membuat modeling migrasi di suatu kawasan offshore yang dengan jelas menunjukkan sekuens Neogennya bermain di sistem thin-skinned tectonics, sementara sekuen Paleogennya bermain dengan horst dan graben. Companies ini menaruh migrasi dari graben2 Paleogen menuju perangkap2 thin-skinned Neogen. Saya mengatakan kepada mereka, yang seperti ini tak akan terjadi. Anda menafsirkan thin-skinned structures sebagai inverted structures, dan membawa migrasi dari Paleogen ke Neogen. Saya maju ke depan dan memberikan kuliah singkat di depan white board sejam kepada mereka, termasuk ahli2 expat-nya tentang thick-skinned, thin-skinned, fold&thrust belts, inverted structures, dan petroleum geology serta petroleum system wilayah ini, termasuk buktinya2 dari biomarker geokimia. Saya katakan kepada mereka, migrasi dari batuan induk Paleogen di grabens tak akan bisa masuk ke thin-skinned structures di Neogen. Sebab, ada barrier migrasi sangat kuat yang menjadi landasan thin-skinned structures ini bernama regional shales decollement atau detachment. Itu akan mencegah migrasi HC dari bawah memasuki struktur2 bagus di Neogen.
Mereka tak percaya dengan kata2 saya tiga tahun lalu itu, lalu dua tahun terakhir ini mereka mengebor struktur2 thin-skinned tersebut melalui 3 sumur di tiga struktur dan hasilnya kering semuanya, menghabiskan sekitar 200 juta USD. Jangan pernah berharap struktur2 Neogen thin-skinned tersebut akan diisi batuan induk Paleogen. Mereka harus membawa batuan induk Neogennya sendiri. Sayangnya di tempat itu tidak bisa juga, dan itu sudah saya katakan tiga tahun yang lalu.
Bertahun2 sebelumnya, saya juga berdebat dengan sebuah company menengah dari Amerika. Mereka menaruh banyak sumur komitmen pasti di tiga tahun pertama kontraknya. Dari awal saya bilang ke mereka, wilayah ini sudah terlalu jauh dari proven kitchen. Kata mereka,tak perlu kuatir, ada satu depresi lokal di dekat blok yang menurut basin modeling sudah matang. Saya bilang, hanya awal matang dan migrasinya ke sisi lain, bukan ke sisi blok Anda. Mereka tak percaya, 3 sumur dibor, kering semuanya meskipun trap dan reservoir terbaik di kawasan ini. Lalu company ini mengembalikan bloknya dan membayar penalti komitmen pasti yang tersisa…
Demikian sekedar cerita2 yang cukup membuat saya berpikir : geosaintis sekarang apa benar lebih mementingkan geomodeling dibandingkan geologika? Modeling komputer tentu perlu sekali buat membantu pekerjaan secara detail dan cepat dengan iterasi yang banyak. Tetapi menurut hemat saya, penguasaan konsep2 geologi yang prima, penguasaan geologi area yang kuat harus dikuasai dulu dengan baik. Yang terjadi adalah sebaliknya…
Tidak perlu canggih2 dulu dan menghitung volumetrik kalau basic geology-nya belum dnenahi dan dikuasai.