Oleh: Awang Harun Satyana
Menambahi catatan awal dari Bang Ridwan tentang rencana perjalanan Geotrek Indonesia ke Pacitan, berikut latar belakang rencana perjalanan tersebut.
“Seribu gunung” gamping menyusun kompleks Pegunungan Sewu yang membentang sepanjang 85 km selebar 20-25 km dari Kali Oyo-Yogyakarta sampai Teluk Pacitan, Jawa Timur. Pegunungan Sewu di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia dan naik ke utara sampai ketinggian sekitar 400 meter dpl.
Pegunungan Sewu merupakan bukit-bukit kerucut batugamping yang dibentuk oleh proses karstifikasi (erosi morfologi pada batugamping) atas lapisan batugamping Wonosari berumur 15 juta tahun. Lapisan batugamping yang banyak mengandung koral ini duduk di atas jalur gunungapi purba “Old Andesite” Kebo Butak yang berumur 20 juta tahun. Old Andesite ini merupakan pegunungan volkanik bawahlaut yang lalu ditumbuhi koral dan lapisan kapur yang kemudian menjadi lapisan batugamping.
Kemudian, terutama sejak 5 juta tahun yang lalu karena Jawa tertekan dari selatan oleh lempeng Samudera Hindia yang terus bergerak ke utara, naiklah seluruh pegunungan bawahlaut ini bersama lapisan batugamping di atasnya sampai tersingkap di atas permukaan. Sejak itu sampai sekarang, terjadilah pelapukan dan erosi atas lapisan batugamping ini membentuk “seribu” gunung atau bukit-bukit kerucut batugamping, gua-gua, lubang-lubang di permukaan, sungai bawah tanah, dan lain-lain.
Kemudian, paling tua mulai pada sekitar 180.000 tahun yang lalu, leluhur manusia masuk ke area ini. Semula mereka tinggal di area terbuka di sekitar sungai. Di Kali Baksoka, di sebelah barat kota Pacitan, pada tahun 1935 G.H.R. von Koenigswald, ahli paleontologi, menemukan sekitar 3000 artefak alat batu/litik di dasar dan teras sungai Kali Baksoka. Penemuan ini sangat besar dan penting, melahirkan corak kebudayaan paleolitik tersendiri di Asia Tenggara: kebudayaan “Pacitanian”. Penelitian-penelitian selanjutnya menemukan bahwa manusia purba ini kemudian menghuni ceruk-ceruk atau gua-gua gamping dan mengembangkan perkakas-perkakas dari batu dan tulang yang dapat dikelompokkan sebagai produk kebudayaan preneolitik (mesolitik) terutama sejak 33.000 tahun yang lalu dan neolitik sampai sekitar 2000 tahun yang lalu.
Sebagian manusia purba juga kembali menghuni tempat terbuka pada neolitik dan mulai membuat gerabah. Periode terakhir adalah saat paleometalik sampai 600 tahun yang lalu dengan hasil kebudayaan berupa gerabah, perkakas dan perhiasan dari logam.
Wilayah perbukitan Pegunungan Sewu selain wilayah yang ideal untuk gejala topografi karst, juga merupakan wilayah terpenting dalam penelitian prasejarah Nusantara karena menampakkan corak budaya prasejarah yang lengkap mulai dari paleolitik, preneolitik, neolitik dan paleometalik. Kekayaan situs dan kontinuitas huniannya menjadikan wilayah ini sebagai sasaran penelitian terpenting dalam pemahaman prasejarah lokal dan regional.
Geotrek Indonesia akan mengunjungi sebagian wilayah Pegunungan Sewu di sebelah barat Pacitan untuk memahami gejala topografi karst dan kebudayaan prasejarah yang pernah berkembang di wilayah ini. Kunjungan akan meliputi gua-gua dan ceruk-ceruk batugamping, Kali Baksoka, pantai dengan tebing karst, dan memelajari artefak-artefak prasejarahnya.