Oleh: Awang H. Satyana
Dengan mengusung tema “Ancient Pacitanian”, komunitas pencinta geo-histori Indonesia, Geotrek Indonesia (GI) mengadakan perjalanan ke salah satu kawasan terbaik di Indonesia yang menyingkapkan fenomena bentang alam kars dan prasejarah Indonesia.
Tiga puluh peserta dari Jakarta, Bandung, Banjar, Yogyakarta berangkat dari tempatnya masing-masing kebanyakan menggunakan KA pada Jumat malam 15 Februari. Titik kumpul adalah stasiun Solo Balapan.
Sabtu 16 Februari pukul 07.00 semua peserta telah terkumpul. Setelah sarapan gudeg khas Solo di teras stasiun, dilanjutkan kuliah pengantar mengenal wilayah yang akan dikunjungi. Sebuah poster yang menerangkan geologi Pegunungan Selatan Jawa dan fenomena kars Pegunungan Sewu ditempel di badan bus, para peserta berdiri menyimak kuliah tersebut. Mungkin ini pemandangan yang jarang terjadi di halaman stasiun ini.
Tujuan pertama adalah Gua Tabuhan di wilayah Punung, Pacitan. Perjalanan ke sana memakan waktu sekitar tiga jam. Kebanyakan peserta tertidur kelelahan pada awal perjalanan karena perjalanan panjang KA yang ditempuh dari Jakarta/Bandung. Tetapi saat bus memasuki area Pegunungan Selatan setelah Wonogiri, jalan mulai bervariasi berbelok, mendaki atau turun. Sekali-sekali para peserta menengok mengamati bentang alam di luar sesuai keterangan dari interpreter yang menerangkan morfologi Pegungan Selatan.
Sekitar pukul 10.30, rombongan GI tiba di Gua Tabuhan. Memasuki gua, disambut dengan stalaktit yang memenuhi atap gua. Di sini rombongan GI mendapatkan hiburan musik gua yang telah menjadi atraksi pertunjukan di gua ini. Tiga buah stalaktit terpilih menjadi alat musik perkusi, dipukul2 hati2 oleh para pemusiknya mengiringi dua pesinden menyanyikan lagu-lagu Jawa, musik dibantu diiringi sebuah gendang. Enak di kuping mendengarkan musik gua tersebut. Di gua ini rombongan GI juga belajar tentang speleotem (endapan gua) baik berupa stalaktit, stalagmit, kolom, kristal gua, dsb.
Perjalanan lalu dilanjutkan ke Gua Song Terus. ‘Song’ adalah bahasa lokal untuk menyebut gua yang punya dua mulut, depan dan belakang. Song Terus terkenal karena ekskavasi arkeologi yang intensif dilakukan di mulut gua. Peserta GI di sini belajar tentang ekskavasi arkeologi dan belajar tentang kehidupan prasejarah area Pacitan berdasarkan hasil2 ekskavasi yang telah dilakukan selama puluhan tahun ini. Peserta GI juga menyusuri Song Terus sampai tembus ke pintu belakangnya. Sebuah pengalaman baru selusur gua bagi GI.
Setelah beristirahat dan makan siang, perjalanan dilanjutkan ke salah satu gua terbaik di area ini yang menyingkapkan speleotem yang sangat indah: Gua Gong. Banyak kekaguman terlontar dari peserta GI saat menyusuri gua ini, yang ternyata cukup dalam tersusun atas beberapa level gua dan galerinya (ruangan gua). Banyak sekali aneka speleotem yang mengagumkan di sini: stalaktit, stalagmit, kolom, aneka flowstone terutama draperies/curtains, waterfall stone, kristal gua, dll yang menakjubkan. Tangga dengan pegangan besi telah dibangun di dalam gua ini untuk membuat pengunjung bisa menikmati seluruh speleotem gua di semua tingkatnya.
Perjalanan kemudian dilanjutkan ke situs arkeologi alam terbuka terkenal di Pacitan: Kali Baksoka/Baksoko. Di kali ini, von Koenigswald pada tahun 1935 menemukan sekitar 3000 atefak paleolitik dalam waktu yang sangat singkat, menunjukkan bahwa kali ini mengandung banyak sekali artefak terhanyut. Di dekat jembatan, para peserta GI mendapatkan keterangan dari interpreter tentang industri litik yang dibuat manusia prasejarah di Pacitan. Karena hari masih cukup terang, lalu diputuskan akan menyusuri kali, siapa tahu menemukan artefak… Ternyata kegiatan ini sangat menyenangkan banyak peserta GI yang dengan antusias menyusuri kali sebab di sebuah beting pasir di tengah sungai, tak jauh dari jembatan, banyak sekali bahan pembuat artefak bertebaran di mana-mana, berupa batugamping rijangan, kalsedon, jasper, dll. Bahkan kelihatannya ada satu artefak kapak genggam dan beberapa artefak serpihan ditemukan. Dan ternyata ditemukan juga, fosil gigi menjangan yang persis sama dengan yang ditemukan di lapisan Tabuhan di Song Terus yang berumur sekitar 80.000 tahun.
Sebagai interpreter perjalanan ini, saya tak mengira akan cukup mudah menemukan semua itu di Kali Baksoko, wajar nampaknya kalau konon von Koenigswald dulu pada tahun 1935 katannya dapat mengumpulkan 3000 artefak dalam waktu tak sampai sejam.
Lalu kami pun pulang ke sebuah rumah yang ruangan tengahnya luas dan disulap untuk berbagai keperluan GI: makan, tidur, ruang kuliah diskusi malam. Pemilik rumah ini adalah Pak Teguh, seorang petugas arkeologi yang telah membantu banyak peneliti arkeologi nasional maupun asing di area ini.
Setelah beristirahat, mandi dan makan, dimulailah kelas malam khas GI, presentasi dari interpreter, diskusi, quiz berhadiah buku-buku bacaan, dan diskusi kegiatan-kegiatan GI berupa perkenalan peserta baru, membicarakan program-program GI dll.
Kuliah malam diikuti oleh semua peserta dengan baik, meskipun berlangsung hampir tiga jam, dari pukul 20-23. Interpreter membahas segala yang berhubungan dengan geologi, speleologi (ilmu gua) dan arkeologi Pegunungan Sewu dalam 100 slides.
Pukul 01.00 hampir semua peserta telah tidur kecuali beberapa orang yang memang suka begadang dalam acara2 GI….
Minggu 17 Februari. Setelah mandi, sarapan dan beres-beres, GI meninggalkan rumah Pak Teguh untuk melanjutkan perjalanan geotrek “Ancient Pacitanian”.
Tujuan selanjutnya adalah pantai dengan morfologi kars. Pantai Teleng Ria dipilih untuk perjalanan yang lebih aman dan mudah. Di sini, peserta GI belajar tentang tebing pantai kars dan jalur gunungapi tua “Old Andesite” yang terletak di bawah jalur batugamping Wonosari/Punung yang kemudian terangkat dan terkarstifikasi.
Dari pantai, perjalanan dilanjutkan ke Museum Kars di Pracimantoro, Wonogori. Kunjungan ini melengkapi pengetahuan peserta GI dengan banyak sekali aspek yang berhubungan tentang batugamping, kars dan pemanfaatannya, dengan banyak contoh dari banyak tempat di Indonesia, juga dari beberapa wilayah di dunia. Museum ini dikelola dengan sangat baik, para pengunjung senang belajar di sini.
Sebelum kembali ke Solo, rombongan makan siang di restoran lesehan di tepi waduk Gajah Mungkur, Wonogiri. Sambil menunggu pesanan makanan datang, interpreter menerangkan hal2 tentang waduk ini, pembangunannya, kegunaannya, kondisi kritisnya, dll.
Lalu tepat pukul 16.00 bus rombongan GI kembali memasuki area stasiun Solo Balapan. Inilah titik berpisah, ada peserta yang kembali ke Jakarta, Yogya, Bandung, dan ada juga yang melanjutkan perjalanannya ke Surabaya.
Demikian cerita singkat jalannya acara kunjungan GI ke Pacitan mengusung tema “Ancient Pacitanian” yang singkat namun padat makna. Semoga kunjungan ke tiga gua, bentang alam kars, Kali Baksoka, kuliah malam, pantai selatan Pacitan, Museum Kars Pracimantoro, diskusi-diskusi di lapangan dan kelas, dan buku yang disiapkan untuk kegiatan ini berupa uraian tentang geologi, speleologi dan arkeologi Pegungan Sewu setebal 57 halaman dapat mengenalkan dan meningkatkan pengetahuan para peserta GI “Ancient Pacitanian” secara signifikan. Dan yang terpenting, mereka dapat lebih mencintai kekayaan warisan geo-histori Indonesia, kali ini: kawasan kars Gunung Sewu.
Awang Satyana – interpreter Geotrek Indonesia, melaporkan dari Surabaya.