Oleh: Awang H. Satyana
“But still people refused to listen. They had their idea of what the date should be – that is, lesss than one million years – and that was that. No discussion.” (Garniss Curtis in “Java Man” p. 21, – Scribner New York, 2000)
———————————————-
Ada masalah besar dalam paleoantropologi Jawa dan Indonesia, bahkan dunia kalau mau diakui implikasinya, yang seolah enggan diteliti lebih jauh oleh para ahlinya. Mengapa, karena ia ibarat sebuah kerikil di dalam sepatu, yang membuat orang sakit melangkah. Ia adalah sebuah gangguan atas sebuah teori mapan migrasi manusia purba dan manusia modern: Out of Africa.
“Kerikil” itu adalah sebuah tempat gersang di dusun bernama Sumber Tengah, sekitar 3 km di sebelah utara Perning, Mojokerto, Jawa Timur di bagian timur Antiklinorium Kendeng.
PEKERJAAN LAPANGAN DI KENDENG
Januari 2006 kala itu, saya dkk. (BPMIGAS dan Geologi UGM) mengunjungi tempat ini setelah beberapa hari sebelumnya berjalan dari barat ke timur, dari Serayu Utara ke Delta Brantas, melalui Depresi Kendeng. Depresi Kendeng adalah sebuah dalaman yang relatif cepat terbentuk pada Miosen Awal (20 Ma –juta tahun yang lalu), dan tenggelam dengan cepatnya, lalu pada Plio-Pleistosen (3-2 Ma) ditekan kuat, dilipat-lipat dan dipatah-patahkan menjadi Antiklinorium Kendeng. Bagian tengah Kendeng karena merupakan blok turun ganda (double downblock) dari dua sistem patahan di selatan (Kendeng Thrust) dan utaranya (Rembang Zone), maka bagian tengahnya tenggelam sangat dalam, menjadi salah satu depresi paling dalam di Indonesia – rumah dari mana hampir semua gununglumpur Jawa dan Selat Madura berasal.
Selama tiga hari kami menjalani Serayu Utara-Kendeng-Delta Brantas. Untuk apa? Untuk mencari, atau lebih tepat membuktikan di lapangan sebuah potensi hidrokarbon di konsep “triangle zone” Randublatung. Triangle zone adalah blok turun ganda dari dua sistem thrusts yang saling berlawanan arahnya. Bayangkanglah sebuah segitiga, alasnya adalah blok turun, sementara kedua kakinya adalah bidang-bidang sesar yang saling berlawanan. Alas segitiga itu adalah Kendeng-Randublatung Deep, kaki-kakinya adalah sesar-sesar Kendeng Thrust yang menghadap ke utara, dan sesar-sesar Rembang Zone yang menghadap ke selatan.
Triangle Zone adalah wilayah kaya hidrokarbon, namun sulit mengeksplorasinya. Dan kami pergi ke sana untuk melihat di lapangan kesulitannya. Inilah salah satu area di Jawa yang tertinggal tidak dieksplorasi.
Sebelum masuk ke Delta Brantas, saya menggerakkan rombongan ke Perning, Mojokerto. Ini adalah wilayah yang menarik untuk dikunjungi bila kita mengetahui masalahnya.
HOMO ERECTUS MOJOKERTENSIS
Tahun 1936, seorang penduduk yang bekerja kepada geologist Duyfjes dan paleontologist von Koenigswald, melaporkan kepada mereka telah menemukan sebuah atap tengkorak manusia di Sumber Tengah, Perning, Mojokerto, Jawa Timur berasal dari lapisan volkaniklastik batupasir konglomeratan bersisipan endapan marin Formasi Pucangan yang berumur Plistosen Bawah-Plistosen Tengah (sekitar 2-1 Ma – million years ago/ juta tahun yl). Tengkorak ini dicirikan oleh penyempitan tulang kening dengan bagan occipital (tulang tengkorak bagian belakang) yang meruncing, ciri kuat Homo erectus.
Aspek fisik tulang tengkorak yang belum berkembang penuh menyimpulkan tulang tengkorak ini berasal dari tulang tengkorak anak kecil berumur sekitar 5 tahun. Sekalipun demikian, ciri-ciri Homo erectus telah kuat jelas dari bagian kening yang sudah mulai menonjol, penyempitan yang jelas di daerah orbit mata (supraorbitalis) dan occipital yang sangat runcing.
Pengukuran umur mutlak pertama atas fosil Homo erectus dari Perning ini dilakukan oleh Teuku Jacob dan Garniss Curtis dan mempublikasikannya pada tahun 1971 (“Preliminary pottasium argon dating of early man in Java” – Contribution to the University of California Archaeological Research Facilities, 12, p. 50). Teuku Jacob (alm.) adalah seorang dokter pengajar di UGM yang memiliki keahlian dalam paleoantropologi berdasarkan penguasaannya atas anatomi. Garniss Curtis adalah seorang ahli geologi sekaligus pelopor pengukuran umur mutlak fosil menggunakan radioisotop dari Berkeley, California.
Menggunakan teknik pengukuran dengan unsur-unsur potasium dan argon pada batuapung di dekat lokasi penemuan atap tengkorak bocah ini dan yang menguburnya, ditemukanlah umurnya 1,9 ± 0,4 juta tahun (margin error 0, 4 juta tahun, jadi kisaran umurnya 2,3-1,5 juta tahun).
Umur ini menghebohkan, tetapi lebih menghebohkan lagi saat Carl Swisher III, seorang ahli paleontologi dan pengukuran umur mutlak dari Laboratorium Geokronologi Berkeley, California, murid Garniss Curtis pada tahun 1994 mengumumkan di jurnal sains bergengsi di dunia (Swisher III, C., G.H. Curtis, T. Jacob, and A.G. Getty, 1994, Age of the earliest known hominids in Java, Indonesia, Science, vol. 263, no. 25, 1118-1121) bahwa umur bocah Perning ini 1,81 juta tahun. Pengukuran umur itu berdasarkan metode baru argon 40-argon 39 pada batuapung yang merupakan endapan dalam tengkorak bocah Perning tersebut.
“KERIKIL” ATAS OUT OF AFRICA
Tengkorak bocah ini menjadi “kerikil” bagi teori mapan Out of Africa ketika setelah banyak fosil Homo erectus di Sangiran dan Trinil ditemukan, lalu dilakukan evaluasi regional, ternyata bahwa tengkorak bocah Homo erectus di Perning, Mojokerto ini umurnya sangat tua, bahkan merupakan Homo erectus paling tua di Jawa, bahkan Indonesia, yang sama umurnya dengan Homo erectus pertama di Afrika.
Fosil-fosil Homo erectus typical di Sangiran dan Trinil serta sekitarnya (Kedungbrubus-Ngawi) berumur 1,16-0,71 Ma, masih jauh di bawah umur Homo erectus di Afrika, sehingga cocoklah kalau mau disebutkan bahwa mereka bentuk lebih lanjut setelah Homo erectus keluar dari Afrika ke India, Cina, lalu Indonesia. Teori migrasi Out of Africa dipenuhi dengan memuaskan.
Namun, bagaimana menerangkan umur Homo erectus dari Perning Mojokerto yang umurnya sama dengan umur Homo erectus pertama dari Afrika (1,9-1,8 Ma, sekarang sering disebut Homo ergaster) ? Sulit dijelaskan kalau ia juga turunan dari Afrika sebab muncul pada umur yang bersamaan.
IMPLIKASI HOMO ERECTUS MOJOKERTENSIS
Terdapat beberapa implikasi regional atas umur tua Homo erectus mojokertensis ini dengan asumsi bahwa pengukuran umur Homo erectus mojokertensis adalah benar (1,81 Ma, Swisher III et al., 1994).
(1) Homo erectus yang banyak ditemukan di Sangiran dan Trinil serta sekitarnya itu (kebanyakan berumur 1,16-0,71 Ma – Homo erectus typical) adalah turunan para Homo erectus dari Mojokerto, bukan dari Afrika. Ini barangkali berhubungan dengan ditemukannya Homo erectus tua di Sangiran yang digolongkan sebagai Homo erectus arkaik yang umurnya 1,6 Ma (Homo erectus paleojavanicus/ Meganthropus paleojavanicus – fosil Sangiran 6a). Ini berarti bahwa model migrasi “Multi-Regional” yang lebih tepat daripada Out of Africa.
(2) Bila ingin mempertahankan teori Out of Africa, maka migrasi Out of Africa itu terjadi jauh lebih awal dari yang diperkirakan (selama ini dianggap antara 1,6 – 1,3 Ma). Mungkin mereka mulai bermigrasi sejak sebelum 2 Ma. Tetapi di sini akan terjadi kesulitan sebab umur Homo erectus pertama di Afrika adalah 1,8 Ma, dan bila lebih tua dari 2 Ma berarti itu adalah Homo habilis, genus Homo pertama di dunia yang umurnya 2,3 Ma dan genus ini tidak melakukan migrasi keluar dari Afrika.
——————————————————–
Di rak sampel batuan di rumah saya ada batuan volkanoklastik Pucangan, termasuk pumis/batuapungnya yang satu lapisan dengan ditemukannya fosil bocah Perning. Saya berharap kelak dapat ikut berkontribusi pendapat terhadap masalah besar paleoantropologi ini.
Untuk para spesialis, kasus geokronologi bocah Perning ini perlu diteliti lebih jauh, potensinya besar untuk problematik kalau dibiarkan. Penggalian sistematik mencari fosil lainnya mungkin perlu dilakukan lagi.
Tak banyak dari kita yang mengetahui problem ini, padahal ini adalah sebuah fenomena geo-histori Indonesia yang potensial berimplikasi besar.***