257. 12 Agustus: Mohammad Hatta

12Agustus

“Kaum inteligensia Indonesia mempunyai tanggung jawab moril terhadap perkembangan masyarakat. Apakah ia duduk di dalam pimpinan negara dan masyarakat atau tidak, ia tidak akan terlepas dari tanggung jawab itu.” (Mohammad Hatta, 1956)

——————————–

Tak banyak yang ingat bahwa hari ini, 12 Agustus, adalah peringatan hari kelahiran Mohammad Hatta, tokoh pergerakan nasional Indonesia, proklamator kemerdekaan Indonesia, wakil presiden pertama Indonesia, bapak koperasi Indonesia, penulis dan pendidik bangsa Indonesia. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi 12 Agustus 1902, wafat di Jakarta 14 Maret 1980.

Hatta berbeda dengan Soekarno dan Tan Malaka, dua tokoh politik sezaman yang keunggulannya dapat dibandingkan dengan Hatta. Hatta tidak penuh pesona dan kharisma seperti Soekarno. Hatta juga tidak penuh teka-teki seperti Tan Malaka.

Delapan tahun di pembuangan Boven Digul dan Bandaneira 1935-1942, telah membuat Hatta meyakini cita-cita yang jelas tentang Indonesia kelak jika kemerdekaan diperolehnya. Cita-cita itu terbentuk atas dasar keyakinan agama secara mendalam, kecakapan intelektualitas, dan ketekunannya dalam usaha menciptakan masyarakat yang lebih adil dan makmur.

Hatta memiliki sikap tenang dan hati-hati. Ia mungkin pemikir paling logis dan paling luas bacaannya di antara para tokoh nasionalis sebelum perang kemerdekaan. Pada tahun 1920-an ia dikenal memiliki perpustakaan paling lengkap di antara mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Kawan-kawannya mengatakan, “Ia sangat jarang menghabiskan waktu untuk ikut serta dalam kegiatan lazim mahasiswa di luar tujuannya seperti berdansa
atau nonton di bioskop, tetapi ia justru sibuk mengikuti kegiatan politik.

——————————–

Saya mengenang Mohammad Hatta sebagai bapak bangsa yang penuh integritas kebangsaan, seorang yang tak banyak bicara, tetapi banyak bekerja; seorang yang disiplinnya luar biasa tinggi yang diterapkan terutama kepada dirinya sendiri; seorang yang tak kenal kompromi dengan penjajah sekalipun itu mengorbankan dirinya sendiri, seorang pemimpin yang tetap mempertahankan intelektualismenya, seorang guru bagi anak-anak sampai orang dewasa, seorang wakil presiden yang sangat sederhana, seorang pemikir yang tajam dan komprehensif, seorang penulis yang produktif, seorang yang berani.

Bung Hatta tak memilih kemapanan hidup buat memperkaya dirinya, ia justru memilih jalan sulit demi berjuang agar Negerinya merdeka. Selepas lulus dari Handelshogeschool di Rotterdam Belanda dan mendapat gelar Drs untuk bidang ilmu perdagangan/bisnis, Bung Hatta mendapatkan banyak tawaran dari perusahaan-perusahaan Belanda untuk bekerja di sana. Tawaran-tawaran itu tentu saja bergaji tinggi dan fasilitas kelas atas. Toh Bung Hatta menolak semua itu, ia lebih memilih pulang ke Tanah Air berjuang memerdekakan Indonesia dari belenggu kolonialisme, sekalipun ia kemudian dibuang ke daerah terpencil.

Saat dibuang ke Boven Digoel, Papua, 1935, Hatta ditawari dua pilihan: 1) bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau 2) menjadi buangan dengan mencari makanan sendiri dari alam dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta memilih yang ke-2 sambil menjawab, bila dia mau bekerja untuk Belanda itu telah dilakukannya sejak lama saat di Belanda atau di Jakarta, tak perlu jauh-jauh di Papua.

Hatta terus berjuang sambil mendidik bangsanya sendiri dengan mengajari mereka atau menulis artikel-artikel dan buku. Indonesia merdeka adalah obsesinya. Dan Hatta berjanji kepada dirinya sendiri untuk tidak menikah sebelum Indonesia merdeka. Sebuah janji yang ditepatinya, Hatta menikahi Rahmi pada 18 November 1945, setelah Indonesia merdeka, pada saat usianya sudah 43 tahun, tidak muda lagi dibanding pada umumnya, tetapi janji adalah janji bagi seorang Mohammad Hatta.

Hatta memerjuangkan Demokrasi Parlementer sejak 1920-an agar demokrasi berjalan sehat menurutnya. Ketika ia telah menjadi wakil presiden dan melihat bahwa Presiden Soekarno cenderung mengarah kepada Demokrasi Terpimpin dengan mengikis lembaga parlementer oleh persekutuan antara Presiden Sukarno, Angkatan Darat dan elit-elit politik perkotaan, Hatta memilih meletakkan jabatannya sebagai wakil presiden pada 1 Desember 1956. Hampir sepuluh tahun kemudian ternyata kekuatiran Hatta terbukti, Presiden Sukarno dikhianati unsur-unsur dalam Angkatan Darat saat Gerakan 30 September 1965 terjadi.

——————————–

Bagaimanapun kita menilai Hatta, ia terbukti lebih dari 50 tahun barkarya untuk Indonesia yang dicintainya. Ia mahasiswa pergerakan, aktivis nasional, wakil presiden, menteri kabinet, sampai akhirnya menjadi negarawan sesepuh. Dan Hatta, melebihi siapa pun tokoh sezamannya adalah seorang pemikir dan penulis produktif, meliputi masalah politik, sosial dan ekonomi. Dalam hal meramu sikap politik, pemikiran, dan tulisannya yang lebih luas, secara umum kemampuan Hatta tidak ada bandingannya.

Semoga integritas Hatta dalam mencintai dan berbuat untuk Indonesia senantiasa menginspirasi kita semua.***

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s